Jumat, 18 November 2016

Ikhlas Dalam mendidik Anak Bangsa, Begitu Perlukah ?

Artikel
Ikhlas Dalam mendidik Anak Bangsa, Begitu Perlukah ?
19, November 2016
Oleh : Prayudi Ariessanto * )
Guru SDN 003 Tarakan
Berbicara tentang keimanan tentu akan  berkaitan dalam diri kita secara pribadi,apa yang sudah kita dapatkan didunia ini dan seberapa besar rasa syukur kita pada sang khalik.Terlebih kita seorang pendidik,seorang pengajar, yang membawa perubahan pada anak bangsa dan seorang yang menelurkan generasi cemerlang dimasa yang akan datang.
Coba,kita petik kalimat seorang guru tua dalam cuplikan layar lebar “ Laskar Pelangi ” , Memberilah dengan Sebanyak-banyaknya, Bukan Menerima dengan Sebanyak-banyaknya kalimat tersebut tentu bagi kita biasa saja atau mungkin saat kita menonton dan memaknai kalimatnya tentu sangat biasa dan lewat begitu saja dan tidak tersirat dihati dan pikiran kita terutama kita sebagai seorang  guru. Ketika saya menonton film tersebut sebanyak dua kali berulang-ulang saya menemukan sesuatu yang sangat luar biasa dari isi cerita tersebut atau mungkin saya hanya terbawa alur cerita yang sangat mengharukan sehingga membawa diri saya menjadi suasana biru, mungkin jawabannya tidak. Itulah sebuah gambaran keikhlasan dari seorang guru yang mau  dan rela memberikan ilmunya hanya dengan sekelompok kecil anak didiknya yang bisa dikatakan anak-anak titipan Tuhan.
Realita kehidupan sekarang mungkin membawa perubahan arti tentang kehidupan yang sebenarnya. Dimana manusia berlomba-lomba mencari banyak materi, jabatan serta kekuasaan namun semua itu wajar dan sah-sah saja asalkan tetap pada koridor yang telah digariskan yang maha kuasa bukan sekedar pemaksaan diri dan kehendak nafsu semata. Tentunya, apakah realita kehidupan juga sama diartikan pada seorang guru, seorang pendidik yang dimana seorang guru adalah memberi, menyampaikan atau sebagai sarana informasi kepada anak didiknya juga sebagai agen perubahan yang selalu dan selalu mengadaptasikan diri pada perkembangan jaman di era global dan teknologi canggih saat sekarang ini. Namun bagaimana guru itu harus menyikapi tentang arti hidup dalam dirinya?
Mungkin disinilah akan kita coba telusuri! Dalam hidup seorang guru tentu sama kehidupannya dengan manusia lainnya bahkan kebutuhan hidup dunia seperti materi,gaya hidup dan kesenangan pemuas hati tak lepas pada ambisi dalam diri, juga akan kehidupan mewah tak terlepas seperti, akan gaya kehidupan kebanyakan walaupun untuk saat ini dan akan datang. Karena seorang guru adalah manusia yang diciptakan sama oleh manusia yang lainnya hanya saja tugas yang mungkin membedakan antara satu dan yang lainnya.Kehidupan guru ditentukan oleh status diri bahwa guru itu orang yang mempunyai tugas yang mulia dimata masyarakat dan pemerintah tentunya. By the way, saat seorang guru berkompetisi dalam kehidupan yang serba mewah dengan kecanggihan teknologi dimasa sekarang apakah mereka dengan mata melongok hanya terpaku dan menonton terdiam melihat itu semua. Saya rasa tidak atau maybe yes or maybe not, masa sih segitunya, yah wajarlah kepengen sesuatu namanya juga manusia jangan sampai ketinggalan kata temen saya gaptek lo.
Oke, kembali kita serius begini seorang guru tidak menutup kemungkinan akan juga ikut bersaing dalam kehidupan dimasa sekarang ini wajar toh, emang hanya pegawai kantoran, wiraswasta dan pengusaha aja yang bisa hidup enak walau gak semuanya begitu.Terlebih lagi akan kondisi sekarang yang menuntut kita untuk merubah sesuatu untuk mencapai tujuan yang mapan dan sukses. Seorang guru sangat berhak untuk berpikir kearah yang lebih baik untuk menjamin kehidupan yang lebih baik. Namun jangan salah dalam melangkah karena seorang guru dibatasi oleh suatu budaya yang sudah menjadi keharusan bahwa seorang guru harus memberikan contoh pada anak didiknya untuk hidup  sederhana sekali lagi sederhana. Kesederhanaan inilah menjadi tolak ukur dalam mencapai suatu kesuksesan dalam mendidik anak bangsa. Sangat lazim rasanya jika seorang guru dapat mengaplikasikan dirinya, keluarganya, dan anak didiknya untuk menjalankan hidup sederhana dalam keseharian. Yang menjadi pertanyaan kita apakah seorang guru ikhlas menjalankannya dan tidak terpengaruh akan gaya hidup dijaman era global yang dimana kebutuhan kemewahan semakin menggiurkan mata atau bisa jadi daya tarik dalam persaingan. By the way, apakah bila kita jadi seorang yang kaya dan semua materi berkecukupan akankah menjamin kita sukses mendidik anak bangsa. Disinilah yang menjadi persoalannya, kita tidak akan pernah puas dan akan terus mengejar yang namanya materi dunia. Jadi konsekwensinya bagaimana?  Ya, kita sebagai seorang guru juga pendidik harus bisa belajar ikhlas dalam memberi, menyampaikan, menginformasikan bahkan dengan rela mau mengembangkan diri secara terus-menerus untuk bisa mewujudkan keberhasilan dalam mendidik anak bangsa.
Saat ini kita telah memasuki abad 21 yang dikenal dengan abad pengetahuan. Para peramal masa depan (futurist) mengatakan sebagai abad pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan (Trilling dan Hood, 1999). Era pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang lebih rumit dan menantang dan sangat besar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan, psikologi dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara pandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, perubahan peran orang tua/guru/dosen, serta perubahan pola hubungan antar mereka. Kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum atau berbagai faktor lainnya tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru juga kurang ikhlas sekali lagi saya tekankan kurang ikhlas dalam memberi sehingga ada keengganan siswa untuk belajar. Sekarang saya ingin bertanya apa yang paling Anda tekankan dalam mendidik anak-anak? Prinsip saya mendidik anak-anak ada tiga hal, yaitu ikhlas, jujur dan sabar. Mari kita simak puisi berikut: Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan,Ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar menjadi rendah diri. Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar untuk menyesali diri. Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan, Ia belajar menjadi percaya diri. Jika anak dibesarkan dengan  pujian, Ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, Ia belajar keadilan. Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan. Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyenangi dirinya. Jika anak dibesarkan dengan cinta kasih sayang dan persahabatan, Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan. (Puisi karya : Dorothy Law Nolte) judul asli : Children Learn What They Live.

Imam Al-Mawardi menghendaki bahwa seorang guru benar-benar ikhlas dalam melaksanakan tugasnya. Mendidik dan mengajar harus diorientasikan kepada tujuan yang luhur, mengajar dan mendidik, merupakan aktivitas keilmuan yang mempunyai nilai dan kedudukan yang tinggi, yang tidak bisa disejajarkan dengan materi. Imam Al-Mawardi melarang seseorang mengajar dan mendidik atas dasar motif ekonomi. Keikhlasan dan kesadaran seorang guru dalam mendidik adalah kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Jadi seorang guru harus memiliki sikap rendah hati serta menjauhi sikap ujub (besar kepala). Namun menjadi seorang guru bukan menjadi rendah diri ketika berhadapan dengan orang lain karena sikap ini akan menyebabkan orang lain meremehkan. Sikap rendah hati dalam diri yang dimaksud adalah mampu mensederajatkan dengan orang lain dan saling menghargai. Sikap yang demikian akan menumbuhkan rasa persamaan dan menghormati orang lain, toleransi serta rasa senasib dan cinta keadilan. Dengan itu kita sebagai guru akan menghargai muridnya sebagai makhluk yang memiliki potensi atau dengan kata lain merupakan bagian sumber belajar. Al-Mawardi juga mengistilahkan “ikhlas” sebagai pembersihan hati dari segala dorongan yang dapat mengeruhkan. Jadi keikhlasan seorang guru dapat menjadi sebuah agen perubahan dalam pendidikan karena guru akan ikhlas menjadi inspirator, informator, motivator, fasilitator, mediator dan inovator. Sekarang dapat kita simpulkan bahwa makna keikhlasan sekali lagi makna keikhlasan seorang guru dalam mendidik adalah kesadaran akan pentingnya tugas, sehingga dengan kesadaran tersebut ia akan terdorong untuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan keikhlasan inilah yang akan menentukan keberhasilan seorang guru dalam menjalankan tugasnya sehari-hari, tanpa merasakannya menjadi suatu beban, melainkan sebaliknya justru merasa bahagia, penuh harapan dan motivasi karena dari tugas mengajar dan mendidik itu kelak akan mendapatkan pahala setimpal dari Allah SWT. Nah, begitu perlukah ikhlas dalam mendidik anak bangsa?     

Manfaatkan Kecerdasan

       Manfaatkan Kecerdasan
Oleh : Prayudi Ariessanto
Ketika masih sekolah jadi ingat seorang sahabat. Sahabat yang periang penuh humor, namun sayang dalam urusan belajar atau membaca dianya paling ogah. Kebetulan bertemunya di bangku SMA tepatnya kelas 2. Saat itu dia duduk sebangku dengan saya.Dan kami saling kenal apalagi saya sok kenal sok dekat (SKSD). Eh, ternyata kami berdua sangat cocok. Yang buat saya senang dia anak orang kaya yang sangat baik dan gak sombong jauh beda dengan kehidupan saya yang serba pas-pasan, tapi Alhamdulillah ortu masih bisa nyekolahin saya. Ada hal yang berbeda dari sahabat saya, yaitu dalam hal belajar dia sangat malas dan anti yang namanya membaca, bahkan sekolah dianggapnya sebagai formalitas, sekedar nyenangi ortunya saja.
Namun kalau soal buku pelajaran atau buku cetak teman saya paling lengkap bahkan tak satupun  buku bidang studi yang tidak terbeli olehnya. Tapi sayang tak satu buku pun juga yang terbaca olehnya atau di pelajari. Buku hanya sebagai syarat saja agar tidak mencatat, kerena pada jaman kita sekolah yang namanya CBSA sangat tren disetiap sekolah ”Catat Buku Sampai Abis”. By the way, ketika saya pengen pinjam bukunya, eh, ternyata dia malah kasihkan semua buku cetaknya ke saya. Dia bilang, ”bawa saja semua buku cetak ini, kamu pelajari tapi nanti klo ulangan, kasih tau aku, ya”. Singkat cerita akhirnya saya gak perlu lagi nyatat, pokoke tinggal dibaca dan baca aja. Sementara sahabat kalau dirumah kerjanya nonton dan hapy-hapy aja kerjanya, apalagi disekolah kerjanya ngobrol dan cerita akunya sih enjoy aja.
Ketika ulangan tiba kami terpisah tempat duduk dikarenakan duduk sendiri dan sesuai nomor absen. Bagi saya pribadi tidak masalah toh, pengawasan jaman saya sekolah dulu tidak terlalu ketat sekedar formalitas saja. Jadi untuk membantu si sahabat saya sangat mudah, Walaupun tidak semua jawaban sepenuhnya saya berikan. Saya tau apa yang akan saya lakukan terhadap sahabat enjoyku itu. Bagi sahabatku sekedar bisa naik kelas dia udah syukur aja bawaannya. Pada saat kelulusan dia bilang pada saya, ”kalau kamu lulus berarti aku juga lulus”. Padahal waktu itu saya sangat was-was gak tenang menanti pengumuman kelulusan. Eh, dianya malah enjoy. Dia bilang,”tenang friend yang penting lulus aja udah syukur”.
Tentu dibalik cerita diatas tadi ada sebuah hikmah yang kita dapatkan.
1.      Saya sangat bangga punya seorang sahabat yang sangat baik. Walau anak orang kaya dia tetap rendah diri suka menolong bahkan loyal terhadap teman. Saya anggap wajar saja kalau sahabat saya dalam hal belajar dia sangat malas-malasan. Karena saya lihat dalam kehidupan keluarganya terutama dalam masalah pendidikan itu tidak terlalu respon. Yang terpenting bagi mereka masih bisa sekolah untuk pemenuhan kewajiban semata.
2.      Betapa belajar bagi saya adalah yang utama dan tak kenal waktu juga batasan usia. Karena belajar itu tidak akan ada habisnya hingga akhir hayat kita.
3.      Saya tidak memanfaatkan sahabat saya karena kebetulan anak orang kaya. Cuma saya memanfaatkan kecerdasan dan situasi yang memungkinkan saya mengambil sebuah kesempatan untuk lebih meningkatkan belajar saya dengan fasilitas (buku) yang ada. Saya juga tidak menganggap bahwa sahabat saya memanfaatkan situasi yang ada. Walau pada saat ulangan saya memberi tahukan padanya. Tapi semua itu saya anggap imbang.Karena apabila saya beri pandangan tentang arti pentingnya belajar nanti akan menyinggung perasaannya. Saya tetap positif  thinking aja.

                                                      *Thanks my friend*

SERTIFIKASI APAKAH AKAN MEMBAWA PERUBAHAN PADA WAJAH PENDIDIKAN KITA

SERTIFIKASI APAKAH AKAN MEMBAWA PERUBAHAN PADA WAJAH PENDIDIKAN KITA
   Sudahkah Anda sebagai Guru Disertifikasi
   Oleh : Prayudi Ariessanto, S. Pd
   Guru SDN NO 003 Tarakan

   Dengan dikeluarkannya UU Guru dan Dosen Tahun 2005 dan anggaran pendidikan  sebesar 20% yang telah diamanatkan UUD 1945 pasal 31 ayat ke-4 menyebutkan ”Negara memprioritaskan Anggaran Pendidikan Sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta APBD”, begitu juga dengan adanya sertifikasi guru, maka berbahagialah para guru Indonesia, satu langkah kemajuan dalam dunia pendidikan di tanah air kita. Tak pelak para guru berlomba-lomba mengejar kriteria dalam sertifikasi, rame-rame mengejar jenjang D4 atau S1, mengikuti seminar untuk mengejar sertifikat dan lain sebagainya hanya untuk pemenuhan syarat agar dapat disertifikasi, katanya sih biar penghasilan nambah gede gitu lock, kayak si Temon aja. Namun dalam benak saya kok jadinya aneh ya, lebih cendrung kuantitas sertifikasi ketimbang kualitas sertifikasi yang dihasilkan, ya ngak salah kalo kita mikir kesana itung-itung nambah penghasilan dan bisa sejahtera tapi apa iya dengan banyak uang sudah pasti sejahtera?
Gimana kalau kita berpikir agak jauh kedepan sah-sah saja kan. Seorang guru apabila telah lulus di sertifikasi sama artinya guru tersebut telah menjadi guru spesialis itu istilah dalam dunia kedokteran, artinya guru tersebut telah mampu untuk melaksanakan kemampuannya lebih bahkan bisa di bilang profesional. Tentu berbanggalah teman-teman kita yang sudah tersertifikasi dan kita patut juga  berbangga . Ada hal esensi yang patut kita pertanyakan, apakah kita sudah siap dengan hasil gede namun kualitas masih perlu pembenahan, renovasi dan pengembangan. Jangan kita hanya berpikir reward yang diberikan oleh pemerintah besar tapi kualitas diri jempol kebawah dan menghambat kemajuan dalam pendidikan kita.  Tapi saya yakin guru-guru kita tidak begitu. Dalam pemenuhan dan meningkatkan kualitas guru pemerintah telah memberikan penghasilan yang besar bagi para guru yang telah disertifikasi dan itu sudah diatur dalan UU. Namun yang menjadi patokan sertifikasinya itu loh yang masih meragukan, kenapa saya bersikap seperti itu. Coba kita lihat syarat-syarat dalam sertifikasi hanya mengacu pada berkas-berkas yang tak terlihat dari segi kualitas, kemampuan seorang guru dalam menguasai Proses Belajar Mengajar ( PBM ), bagaimana mengatasi kendala-kendala dalam pembelajaran dan lain sebagainya. Di sinilah yang perlu kita kaji ulang. Siapakah yang mengkaji ini tentunya unsur-unsur yang membidangi dalam rekrutmen sertifikasi guru, apa yang harus kita lakukan, tentu saya akan bertanya, apa yang akan dilakukan. Apakah kita akan membiarkan saja syarat  dalam sertifikasi hanya mengacu pada berkas-berkas. Yang berkas-berkas tersebut tidak menunjukkan kemampuan profesional seorang guru. Ya, adalah Cuma kan dasar penilaiannya yang kurang jelas atau memang saya yang gak jelas. Bukan ingin menginterfere kebijakan dan aturan pemerintah yang sudah jelas tapi sekedar sumbang saran dan numpang ide, toh ngak ada salahnya kan.
Sudah menjadi kebiasaan kita apabila ada perubahan pro dan kontra pada bermunculan. Wajarlah namanya juga negara demokrasi, tapi tetap jalan teruskan, ya iyalah. Wajah pendidikan kita telah berubah dengan alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dan sertifikasi guru. Juga penambahan dana Bos yang di tahun 2009 ini meningkat sebesar 50% di tambah lagi sekolah gratis dan itu yang menambah perubahan wajah pendidikan di Indonesia. Masih masalah wajah terutama wajah para guru yang telah tersertifikasi. Wah, pada bercahaya tuh tapi apakah cahaya itu juga akan menerangi wajah anak didik kita atau hanya sebagai penerangan dalam kegelapan di rumah, emang lampu kali ya. Sekali lagi apakah kita guru yang telah di sertifikasi dapat membawa  perubahan pada wajah pendidikan dan membawa anak didik kita semakin terdepan sama seperti kita yang telah disejahterakan oleh pemerintah. Sepakat harus sepakat, bahwa kita bisa melakukannya dan dapat membawa perubahan pada wajah pendidikan kita di Indonesia. Sekali lagi kita sebagai seorang guru harus berkomitmen bahwa guru harus mampu merubah wajah dalam dunia pendidikan yang utama mampu mensejajarkan dengan dunia pendidikan di luar sana dan siap bersaing dalam segala bidang. Mampu menghadapi pendidikan dengan berbasis teknologi juga tak kalah pentingnya dapat menginovasikan proses dalam pembelajaran. Karena kita guru adalah sebagai motivator, mediator, inovator, fasilitator juga tor-tor lainnya. Masih masalah sertifikasi apakah nantinya atau pada saatnya jika kita telah disertifikasi dan mendapatkan hak-hak yang telah dijanjikan oleh pemerintah, kita nantinya semakin termotivasi untuk tetap menjadi seorang guru yang berkonsekwen untuk memajukan dan merubah wajah pendidikan tentunya dengan hasil karya-karya kita di bidang pendidikan. Ya, kita harus komit dengan tugas dan kewajiban kita sebagai seorang pendidik karena kita adalah sebagai Agent of  change (agen perubahan ) untuk anak-anak bangsa di negeri ini.              Sekarang bagaimana mengaplikasikannya, ya tergantung kita asal tahu saja syarat dalam sertifikasi tidak begitu sulit namun jangan dianggap sebagai kesempatan untuk  menaikan penghasilan tapi tidak menghasilkan, itu juga tergantung bagaimana kita bisa membawa diri sebagai seorang yang profesional dalam pendidikan, gitu loch.
Kualitas dan Kompetensi
Bagaimana bila kita berbicara masalah kualitas dan kompetensi apakah sudah terpenuhi ?
Dalam rangka umum  mutu mengandung makna derajat (tingkat) keunggulan suatu produk (hasil kerja/upaya) baik berupa barang maupun jasa; baik yang tangible maupun itangible.  Jadi apakah perlu seorang pendidik itu berkualitas, ya iyalah. Masa sudah disertifikasi kualitasnya tidak ada peningkatan malu dong sama anak didiknya apa kata dunia. Antara kualitas dan kompetensi sangat erat hubungannya dalam diri kita sebagai pendidik karena dalam ”proses pendidikan” yang berkualitas terlibat berbagai input, seperti; bahan ajar (kognitif, afektif, atau psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru) juga dapat menciptakan suasana belajar yang bervariatif , inovatif dan kreatif. Tentunya ini tidaklah mudah karena kita di ajak untuk berkompetisi antara sesama guru/pendidik. Wah, makin seru nih!
Masih berbicara masalah kualitas pendidikan, pada era milenium ketiga, kualitas layanan pendidikan  menjadi satu keharusan, jika kita mengharapkan adanya hasil pendidikan (outcomes) yang berkualitas. Quality was ’at the heart of education’. Kualitas pendidikan memiliki lima dimensi yang saling kait-mengait, yakni: ’learners, environments, content, processes, dan outcomes’. Demikian pesan Deklarasi Pendidikan Untuk Semua dari Dakar Jomtien dan Dakar pada tahun 1990. Tentunya kita di harapkan mampu berdayakan kekuatan dan kemampuan dalam diri. Sebagai contoh: guru mengikuti pelatihan, seminar pendidikan, pemantapan dalam mengajar, penguasaan materi ajar, dan penyusunan RPP, Silabus secara bertahap tapi pasti agar kemampuan dan kualitas seorang guru/pendidik semakin meningkat dan berkompeten. By the way, berbicara soal kualitas tentunya akan di barengi dengan kompetensi seorang guru/pendidik agar antara kualitas dan kompetensi dapat terjadi balance (keseimbangan) dalam diri dan kemampuan seorang pendidik. Maka dari itu seorang guru/pendidik dapat mampu mengembangkan dirinya secara terus-menerus (continue) tanpa berhenti dan selalu mengikuti berbagai macam program peningkatan kualitas pendidik/pendidikan dan pengajaran melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah.  Dengan sendirinya hasil sertifikasi yang didapatkan oleh pemerintah pada seorang guru/pendidik tidaklah sia-sia karena wujud nyata sertifikasi jelas arah dan tujuannya. Dengan kata lain guru tersertifikasi dengan kualitas yang baik maka pemerintah juga akan mendapatkan hasil pendidikan yang lebih baik pula. Nah, dengan itu marilah kita secara bersama-sama berkomitmen bahwa kita sebagai seorang guru/pendidik mampu merubah wajah pendidikan di tanah air tercinta Indonesia. Dan tidak ada kata menyerah karena kita adalah seorang guru/pendidik sebagai sumber segala perubahan.  



                                                *Sukses Rekan Guru Indonesia*

  WAKAF CINTA By : Yudi Aries Dingin semilir angin malam menusuk kolbu Impianku dalam kerinduan yang teramat dalam Nyanyian damai te...